Kegiatan
pembelajaran merupakan sarana dasar bagi guru untuk berinteraksi dengan peserta
didik. Dalam kegiatan ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Burden
(1999: 21-24) menyatakan:
There are a number of factor which you may considered when you
plan any given instructional activity.
1.
Content. Refers
to the knowledge, skill, rule, concept, or creative process that you wish
student to learn.
2.
Materials. Are
the tangible written, physical, or visual stimuli that are used in instruction.
3.
Instructional
strategies. Selecting a variety of instructional strategies used to teach
content is a central planning decision for teachers.
4.
Teacher
behaviors. Teacher do a number of thing during a lesson to conduct the lesson
and to help engage students in learning activities.
5.
Structure of the
lesson. Refers to actions that take place at certain poinst in the class period
or the lesson presentation, and you need to plan for structure of a lesson.
6.
Learning
environment. When planning for instructional
activities, consider the type of learning environment you would like to
create.
7.
Students. When
planning for instructional activities, consider characteristics of the
particular students you have in your classroom. Take into account student’s
motivation needs, academic needs, and physical and psychological needs.
8.
Duration of the
lesson. Make plans for the time that is
available or allocated.
9.
Location of the
lesson. When planning for instructional activities, plan for where the lesson will take place.
Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan
aktivitas perencanaan pembelajaran antara lain, pertama isi harus mengacu pada
pengetahuan, keterampilan, aturan, konsep atau proses kreatif sehingga menarik
peserta didik untuk belajar. Kedua bahan, apakah bahan yang digunakan berupa
rangsangan tertulis, fisik atau visual yang digunakan dalam pembelajaran.
Ketiga strategi pembelajaran, memilih berbagai strategi pembelajaran merupakan
bagian penting dalam proses perencanaan pemberlajaran. Keempat perilaku guru,
guru harus melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga
peserta didik akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kelima struktur
pelajaran, mengacu pada poin tertentu dalam presentasi pelajaran sehingga
pelajaran tersusun secara sistematis. Keenam lingkungan belajar, perencanaan
pembelajaran yang dibuat harus mempertimbangakan jenis lingkungan belajar yang guru inginkan.
Ketujuh peserta didik, ketika menyusun rencana pembelajaran guru harus
mempertimbangkan karakeristik peserta didik, memperhitungkan motivasi yang akan
digunakan, kebutuhan akademik dan kebutuhan fisik serta psikologis peserta
didik. Kedelapan durasi pelajaran, harus memperhitungkan waktu yang tersedia
atau dialokasikan. Kesembilan lokasi pelajaran, dalam penyusunan rencana
pembelajaran juga perlu diperhitungkan dimana pelajaran itu akan berlangsung,
dikelas atau diluar kelas.
Berkaitan
dengan perencanaan, Burden (1999: 19) menyatakan:
Planning for the instruction
refers to decisions that are made about organizing, implementing, and
evaluating instruction. Planning is one of the most important tasks that
teachers undertake. When making planning decisions, you also need to consider
who is to do what, when and in what order instructional events will occur, where
the events will take place, the amount of instructional time to be used, and
resources and materials to be used. Planning decisions also deal with issues
such as content to be covered, instructional strategies, lesson delivery
behaviors, instructional media, classroom management, classroom climate, and
student evaluation.
Perencanaan
pembelajaran mengacu pada keputusan yang dibuat tentang pengorganisasian,
pelaksanaan, dan mengevaluasi pembelajaran. Perencanaan merupakan salah satu
tugas guru yang penting dan harus dilakukan. Ketika membuat perencanaan, guru
harus mempertimbangakan tentang pembagian tugas didalam pembelajaran nantinya
siapa yang melakukan apa, kapan dan dalam rangka apa peristiwa pembelajaran
terjadi, dimana pembelajaran akan dilaksanakan, berapa waktu yang
diperlukan, serta sumber daya dan bahan
yang akan digunakan. Keputusan perencanaan juga membahas tentang isi yang akan
diajarkan, strategi pembelajaran, perilaku guru, media pembelajaran, manajemen
kelas, iklim kelas dan evaluasi peserta didik.
Tahapan dalam proses perencanaan
meliputi beberapa tahapan.
Burden (1999: 20) menyatakan:
There are four
phases in the planning process:
1.
Preplanning is a
time when a mental plan is made before instruction actually begins. This is a
time when you mightgather information about the student’s needs and interest,
review and gather content, and consider the condition in which instruction is
to take place.
2.
Active planning
is a time when decisions are made about instruction and commitment to a specific
plan is made. This occur before instruction and is the time when writen plans
are prepared. During active planning, you will make final decisions and
preparation before instruction
concerning issues such as the content, teaching strategies, instructional
actives, instructional materials, motivational strategies, instructional media,
and evaluation procedure.
3.
Ongoing
planning, Occurs during instruction itself and involves fine-tuning the plan
based on events that take place during instruction.
4.
Postplanning,
occurs after instruction takes place and involves evaluation of the instruction
that just took place. This is useful information in planning future lessons
concerning that subject matter.
Empat tahapan dalam proses perencanaan, pertama preplanning adalah perencanaan mental
sebelum kegiatan pembelajaran sebenarnya dilaksanakan. Ini adalah saat ketika
guru mengumpulkan informasi tentang kebutuhan peserta didik serta isi materi
pelajaran, meninjau dan mengumpulkan serta mempertimbangkan kondisi tempat
pelaksanaan pembelajaran. Kedua active
planning, adalah ketika
keputusan tentang pembelajaran, komitmen dan rencana spesifik dibuat. Ini
dilaksanakan sebelum pembelajaran yaitu saat menulis rencana pembelajaran.
Selama perencanaa aktif, guru akan membuat keputusan akhir dan persiapan
sebelum pembelajaran berkaitan dengan isi, strategi pembelajaran, pembelajaran
aktif, bahan pengajaran, strategi dalam memotivasi, penggunaan media
pembelajaran, dan prosedur evaluasi. Ketiga ongoing
planning, terjadi saat
pembelajaran berlangsung dan melibatkan rencana yang diselaraskan dengan baik
berdasarkan peristiwa yang terjadi selama pembelajaran. Keempat postplanning, terjadi setelah
pembelajaran berlangsung yang melibatkan evaluasi setelah pembelajaran berlangsung.
Ini merupakan informasi yang sangat berguna untuk pembelajaran yang akan
datang.
Sehubungan
dengan rencana pembelajaran, ada tiga bagian utama dalam penyusunannya, yaitu
bagian awal, utama dan akhir. Lebih jelas, Davis (1981: 81 – 82) menyatakan:
The essential
steps in lesson or module planning are:
1. Preliminary steps
a. Choose the topic of the lesson
b. Take steps to gather material and examples
c.
Decide on the
aim and the objectives of the lesson
d. Identify what the student know and believe
e.
Select the material
to be included in the lesson
2. Main steps
a. Identify an appropriate instructional method
b. Arrange the material into a logical sequence
c.
Choose
appropriate learning activities and experiences
d. Decide how learning is to be assessed.
3. Final steps
a.
Write the final
version of the lesson plan
b.
Prepare class
handouts, audiovisual aids, etc
c.
Refer to the
lesson plan and refresh your memory
d.
Prepare the room
or other instructional setting
Langkah penting dalam perencanaan pembelajaran meliputi
tiga langkah, pertama langkah awal, mencakup memilih topik yang akan diajarkan,
melakukan langkah-langkah dalam mengumpulkan materi dan contoh, menentukan
tujuan pembelajaran, menggali pengetahuan awal peserta didik tentang materi
yang akan diajarkan, memilih bahan yang akan dimasukkan dalam pembelajaran.
Kedua langkah utama, mencakup mengidentifikasi metode pembelajaran yang tepat,
mengatur materi menjadi urutan yang logis, memilih kegiatan dan pengalaman
pembelajaran yang tepat, dan memutuskan
bagaimana cara penilaian terhadap peserta didik. Ketiga langkah terakhir,
meliputi mencantumkan bagian penutup dari rencana pembelajaran, menyiapkan handout untuk peserta didik,
alat bantu audiovisual, dll, mengacu pada rencana
pembelajaran dan menyegarkan memori akan apa yang dilaksanakan, dan menyiapkan
ruangan ataupun pengaturan pembelajaran lainnya.
Rumusan
tujuan pembelajaran sains sebaiknya mencakup peserta didik, kegiatan yang
dilakukan, dan kemampuan minimal yang akan dimiliki peserta didik setelah
melaksanakan pembelajaran. Carin (1989: 80) menyatakan:
Each objective must address the following
components: Audience is identified and must be your students, Behavior shows a
student’s ability to perform in a certain, expected way and must be observable
and measurable, Conditions are describes under which the student is expected to
perform the task, and Degree or minimal acceptable level of performance is
stated.
Masing-masing
tujuan pembelajaran harus mencakup komponen-komponen berikut: Pemirsa
harus diidentifikasi yaitu peserta didik. Perilaku
menunjukkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan
cara tertentu yang diharapkan dan harus diamati dan terukur. Kondisi
menggambarkan peserta didik dalam melaksanakan tugas. Gelar atau tingkat kinerja
minimal yang dapat diperlihatkan oleh peserta didik.
National
Committee on Science Education Standards and Assessment dalam Haury
(1993: 1) menyatakan:
School science
education must reflect science as it is practiced, and that one goal of science
education is to prepare students who understand the modes of reasoning of
scientific inquiry and can use them. More specifically, students need to have
many and varied opportunities for collecting, sorting and cataloging;
observing, note taking and sketching; interviewing, polling, and surveying.
Pendidikan sains di
sekolah harus mencerminkan ilmu pengetahuan seperti yang dipraktikkan, dan bahwa salah satu tujuan dari pendidikan sains adalah untuk mempersiapkan siswa yang memahami mode penalaran dalam
melakukan penyelidikan ilmiah dan dapat menggunakannya.
Lebih khusus, siswa harus memiliki
banyak kesempatan dan beragam untuk mengumpulkan, memilah dan katalogisasi, mengamati, mencatat dan membuat sketsa, wawancara, pemungutan suara, dan survei.
Sehingga pembelajaran benar-benar menjadi pembelajaran yang berupa observasi
dan eksperimen, bukan sekedar membaca teori yang ada di dalam buku pelajaran.
Metode
pembelajaran sains sebaiknya menekankan kepada metode pembelajaran yang tidak
didominasi oleh guru. Berdasar tingkat dominasi guru dalam pembelajaran
terdapat tiga metode pembelajaran sains yaitu exposition, free discovery dan guided
discovery. Carin (1989: 91-92) menyatakan:
Exposition, where teacher lectures,
gives instruction, demonstrates or leads a field trip. Teacher dominance is
high, with students relatively passive. The teacher is the primary focus in
expository science teaching you are the “doer”,while your student (you hope) are participating
mentally. There are times when you will find it appropriate to present
information to your students directly. Some of the ways to do this are: telling,
demonstrating using scientific apparatus, carrying on a discussion, reading to
children, showing a film, filmstrip, slides, or TV presentation, having a
resource person present something.
Exposition, guru melaksanakan pengajaran, memberikan instruksi,
menunjukkan atau memimpin kelas. Dominasi
guru tinggi, dengan siswa relatif pasif. Guru
adalah fokus utama dalam pengajaran sains ekspositori guru adalah
"pelaku", sementara peserta didik (guru harapkan) berpartisipasi secara mental.
Ada kalanya guru akan menemukan saat yang tepat untuk menyajikan informasi
kepada peserta didik secara langsung. Beberapa cara untuk melakukan metode
ini adalah: menceritakan, mendemonstrasikan
menggunakan alat sains, melakukan diskusi, membacakan materi kepada peserta
didik, menampilkan film, filmstrip, slide, atau
presentasi TV, memiliki narasumber yang dapat dihadirkan.
Metode
pembelajaran kedua yang disarankan dalam melaksanakan pembelajaran sains adalah
exploration atau
free discovery. Carin (1989: 92) menyatakan:
Exploration or free discovery, when students are
most active and the teacher acts as a facilitator (less dominant and in the
background) for developing students skills. Exploration or free discovery
strategies allow students to develop their abilities to manipulate and process
information from a variety of sources-academic, social and experiential.
Focuses upon how students process data (processes) rather than what they
process (product). In free discovery, students identify problems, generate
hypotheses or possible solutions, test these hypotheses in the light of
available data, and attempt to apply their conclusions to new data, new
problems, or new situations.
Eksplorasi atau free
discovery,
ketika peserta didik yang paling aktif dan guru bertindak sebagai fasilitator
(kurang dominan dan di balik layar) untuk mengembangkan keterampilan peserta
didik. Eksplorasi atau strategi free
discovery memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memanipulasi dan
memproses informasi dari berbagai sumber antara lain akademik, sosial dan
pengalaman. Fokus metode ini adalah bagaimana peserta didik mengolah data
(proses) daripada apa yang mereka proses (produk). Dalam free discovery, peserta didik mengidentifikasi masalah, menghasilkan
hipotesis atau solusi yang mungkin, menguji hipotesis dari data yang tersedia
dengan jelas, dan berusaha untuk menerapkan kesimpulan mereka pada data baru,
masalah baru, atau situasi baru.
Metode
pembelajaran ketiga yang disarankan dalam melaksanakan pembelajaran sains
adalah guided
discovery. Carin
(1989: 93-94) menyatakan:
Guided discovery, where teacher is active and a
facilitator and students are active as well. This is combine of free discovery
with exposition teaching methods. Guided discovery helps students acquire
knowledge that is uniquely their own because they discovered it themselves.
Guided discovery is not restricted to finding something entirely new to the world
such as an invention (television) or theory (heliocentric view of the
universe). It is a matter of internally rearranging data your students can go
beyond the data to form concepts new to them. Guided discovery involves finding
the meanings, organization, and structure of ideas.
Guided discovery,
guru aktif sebagai fasilitator dan peserta didik juga aktif. Ini adalah
menggabungkan penemuan bebas dengan metode pengajaran eksposisi. Guided discovery
membantu siswa memperoleh pengetahuan yang unik mereka sendiri karena mereka
menemukan sendiri. Guided
discovery ini tidak terbatas
pada menemukan sesuatu yang sama sekali baru ke dunia berupa penemuan (televisi)
atau teori (pandangan heliosentris alam semesta). Ini adalah masalah internal
menata ulang data yang peserta didik dapat melampaui data untuk membentuk
konsep-konsep baru bagi mereka. Guided
discovery melibatkan menemukan
makna, organisasi, dan stuktur dari ide-ide.
Selain ketiga metode di atas, dalam merencanakan
pembelajaran guru sains juga harus memperhatikan karakter belajar peserta didik
yaitu auditory, visual dan kinesthetic. Carin (1989: 89)
menyatakan: “Listening-speaking: auditory
learning, students learn by hearing. Reading-writing: visual learning, students
learn by seeing. Watching-doing: kinesthetic learning, students learn by doing”.. Mendengarkan-berbicara: belajar
auditori, peserta didik belajar dengan mendengar. Membaca-menulis: belajar
visual, peserta didik belajar dengan melihat. Melihat-melakukan: belajar kinestetik, peserta didik belajar
dengan melakukan.
Perencanaan
pembelajaran tentunya bukan sekedar untuk dibuat tetapi harus dilaksanakan demi
pembelajaran yang baik. Burden (1999: 19) menyatakan “Planning show that planning is
mainly a mental procees, not entirely committed to paper”. Perencanaan menunjukkan proses mental yang penting,
tidak hanya berkomitmen untuk kertas. Artinya bahwa perencanaan pembelajaran
dibuat bukan hanya untuk memenuhi syarat telah membuat perencanaan
pembelajaran, tetapi lebih kepada sikap mental tentang keterlaksanaan
perencanaan pembelajaran yang telah dibuat tersebut.
Davis
(1981: 246) menyatakan “Learning refers to a change in
behavior that can be observed and measured”. Artinya belajar merujuk pada perubahan tingkah laku yang
dapat diobservasi dan diukur. Selanjutnya dinyatakan “Learning
involves the acquisition of knowledge, skills, and attitudes associated with
job mastery”. Artinya
belajar melibatkan akusisi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terkait
dengan pekerjaan. Sedangkan Gerberich (1949: 474) menyatakan “Learning
is now coming to be identified with increased ability on the part of the
learner to deal satisfactorily with the problems that confront him from day to
day”.
Belajar dapat diidentifikasi dengan cara melihat peningkatan kemampuan peserta
didik dalam menangani masalah yang didapat dalam kehidupan sehari-hari dengan
memuaskan. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses memecahkan masalah yang melibatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
dimana perubahanya dari ketiga hal tersebut dapat diobservasi dan diukur.
Pembelajaran
memiliki beberapa fungsi, Joyce (1980:
458) menyatakan:
The instructor’s (or perhaps an instructional system) operates through the
following insructional function:
1.
Informing the learner of the objectives
2.
Presenting
stimuli
3.
Increasing
learner’s attention
4.
Helping the
learner recall what he or she has previously learned
5.
Providing
condition that will evoke performance
6.
Determining
sequences of learning
7. Prompting and guiding the learning.
Instruktur
(atau mungkin sistem pembelajaran) bekerja dengan mengacu pada fungsi
pembelajaran antara lain menginformasikian tujuan pembelajaran yaitu saat
pembelajaran akan dilaksanakan guru menyampaikan apa yang akan dipelajari
sehingga peserta didik memahami kebermaknaan dari yang akan mereka pelajari.
Menyajikan rangsangan yaitu memberikan motivasi kepada peserta didik bahwa
pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar akan bermanfaat bagi peserta didik.
Membantu peserta didik mengingat apa yang telah dipelajari sebelumnya yaitu
dengan menghubungan materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah
dipelajari maupun mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan yang dialami peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan kondisi yang akan membangkitkan
kinerja yaitu dengan menyediakan fasilitas penunjang seperti alat-alat
percobaan maupun alat peraga. Menentukan urutan pembelajaran yaitu pembelajaran
yang dilaksanakan terjadi secara sistematis dan terarah dimulai dari materi
termudah ke materi yang kompleks. Terakhir, setiap guru harus mendorong peserta didiknya agar selalu
belajar dan membimbing dalam proses belajar tersebut.
Belajar
akan membuat peserta didik terbiasa melakukan kinerja dengan baik. Gagne dalam
Joyce (1980: 455 – 456) menyatakan:
Six varieties of
performance that can be the result of learning:
1.
Spesific
responding (making a specific response to a particular stimulus)
2.
Chaining (making
a series of responses that are linked together)
3.
Multiple
descrimination (involved in learning a variety of specific responses and chains
and how to sort them out appropriately)
4.
Classifying
(assigning object to classes denoting like function)
5.
Rule using (the
ability to act on a concept that implies action)
6.
Problem solving
(the application of several rules to a problem not encountered before by the
learner. Involves selecting the correct rules and applying them in combination)
Enam
jenis kinerja yang ditunjukkan sebagai akibat dari belajar yaitu tanggapan
spesifik bahwa dengan belajar akan membuat peserta didik memiliki kemampuan
menanggapi keadaan yang terjadi di lingkungannya dikaitkan dengan teori yang
dipelajari. Merangkai, belajar akan mampu membuat peserta didik mengaitkan
antara satu peristiwa dengan peristiwa lain berdasarkan fakta yang dipelajari.
Membedakan, dapat membedakan antara materi yang dapat dikaitkan dengan yang
tidak dapat dikaitkan. Klasifikasi, mampu mengkatagorikan objek yang ada di
kelas misalnya diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Menggunakan aturan,
memiliki kemampuan bertindak berdasarkan
fakta dan konsep yang dipelajari. Terakhir kinerja pemecahan masalah, menerapkan
beberapa aturan yang dipelajari peserta didik untuk memecahkan masalah dimana
hal tersebut belum pernah dilakukan oleh peserta didik sebelumnya, melibatkan
cara memilih aturan yang benar dan mengkombinasikan aturan tersebut untuk
menyelesaikan masalah.
Pembelajaran
yang baik tentu memerlukan usaha dan waktu yang lebih banyak. Davis (1981: 4)
menyatakan “Good instruction requires much time
and effort. Sometimes involves more time and effort than does learning. A great deal of thought and hard work
goes into creating a succesfull learning experience, although it is often
overlooked”.
Pembelajaran yang baik membutuhkan banyak usaha dan waktu. Kadang-kadang melibatkan lebih banyak usaha dan waktu dari pada
belajar. Tidak diragukan bahwa melalui kerja keras akan tercipta pengalaman
belajar yang sukses, meskipun itu sering diabaikan.
Pembelajaran
sains berkaitan dengan aktivitas mengajar dan belajar yang tidak sederhana.
Davis (1981: 5) menyatakan:
The science side of instruction
is concerned with the great riddle of teaching and learning. It involves
sifting the important from the unimportant. It involves making difficult things
easy and complex things understandable. There is a plan to both instruction
learning, but sometimes it is not readily apparent
Dibalik
pembelajaran sains terdapat teka-teki yang berkaitan dengan mengajar dan
belajar. Ini melibatkan pengayakan yang penting dari yang tidak penting. Ini
membuat hal-hal yang sulit menjadi mudah dan hal-hal yang kompleks dapat
dipahami. Ada rencana dalam melaksanakan mengajar dan belajar, tetapi kadang
tidak mudah terlihat. Penjelasan di atas menyiratkan bahwa dalam pembelajaran
sains yang berkaitan dengan mengajar dan belajar ada tugas besar bagi seorang
guru yaitu membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan yang kompleks bisa
dipahami. Untuk melakukan hal tersebut tentu diperlukan rencana pembelajaran
yang baik.
Pembelajaran sains juga harus
memperhatikan tipe pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Piaget
dalam Carin (1989:
38) menganjurkan tiga tipe pengetahuan yang sebaiknya diajarkan kepada peserta
didik, pertama physical knowledge. Dia
mengatakan “physical knowledge develops
through the child’s observation and interaction with objects”. Pengetahuan fisik berkembang melalui pengamatan anak dan interaksi
dengan objek. Kedua, logical-mathematical knowledge. Piaget
mengatakan “logical-mathematical knowledge
evolves out of physical experience. It occurs when children reflect on their
actions and relate and organize reality in some way in their minds”. Pengetahuan
logis-matematis berkembang dari
pengalaman fisik. Hal ini terjadi
ketika anak-anak merefleksikan
tindakan mereka dan berhubungan serta
mengatur realitas dalam
beberapa cara dalam pikiran mereka.
Ketiga, social knowledge. Piaget
menyatakan “social knowledge differs from
physical knowledge and logical knowledge in that it evolves from the
interaction of individuals with each other”. Pengetahuan sosial berbeda dari pengetahuan
fisik dan pengetahuan logis, pengetahuan ini berkembang dari interaksi individu
dengan yang lain.
Muhammad Syamsuri, M.Pd
Guru SMPN 4 Kintap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar