Senin, 03 September 2012

Pembelajaran Sains



Kegiatan pembelajaran merupakan sarana dasar bagi guru untuk berinteraksi dengan peserta didik. Dalam kegiatan ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Burden (1999: 21-24) menyatakan:
There are a number  of factor which you may considered when you plan any given instructional activity.
1.  Content. Refers to the knowledge, skill, rule, concept, or creative process that you wish student to learn.
2.  Materials. Are the tangible written, physical, or visual stimuli that are used in instruction.
3.  Instructional strategies. Selecting a variety of instructional strategies used to teach content is a central planning decision for teachers.
4.  Teacher behaviors. Teacher do a number of thing during a lesson to conduct the lesson and to help engage students in learning activities.
5.  Structure of the lesson. Refers to actions that take place at certain poinst in the class period or the lesson presentation, and you need to plan for structure of a lesson.
6.  Learning environment. When planning for instructional  activities, consider the type of learning environment you would like to create.
7.  Students. When planning for instructional activities, consider characteristics of the particular students you have in your classroom. Take into account student’s motivation needs, academic needs, and physical and psychological needs.
8.  Duration of the lesson. Make plans  for the time that is available or allocated.
9.  Location of the lesson. When planning for instructional activities, plan for where the  lesson will take place.

Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan aktivitas perencanaan pembelajaran antara lain, pertama isi harus mengacu pada pengetahuan, keterampilan, aturan, konsep atau proses kreatif sehingga menarik peserta didik untuk belajar. Kedua bahan, apakah bahan yang digunakan berupa rangsangan tertulis, fisik atau visual yang digunakan dalam pembelajaran. Ketiga strategi pembelajaran, memilih berbagai strategi pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses perencanaan pemberlajaran. Keempat perilaku guru, guru harus melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga peserta didik akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kelima struktur pelajaran, mengacu pada poin tertentu dalam presentasi pelajaran sehingga pelajaran tersusun secara sistematis. Keenam lingkungan belajar, perencanaan pembelajaran yang dibuat harus mempertimbangakan  jenis lingkungan belajar yang guru inginkan. Ketujuh peserta didik, ketika menyusun rencana pembelajaran guru harus mempertimbangkan karakeristik peserta didik, memperhitungkan motivasi yang akan digunakan, kebutuhan akademik dan kebutuhan fisik serta psikologis peserta didik. Kedelapan durasi pelajaran, harus memperhitungkan waktu yang tersedia atau dialokasikan. Kesembilan lokasi pelajaran, dalam penyusunan rencana pembelajaran juga perlu diperhitungkan dimana pelajaran itu akan berlangsung, dikelas atau diluar kelas.
 Berkaitan dengan perencanaan, Burden (1999: 19) menyatakan:
Planning for the instruction refers to decisions that are made about organizing, implementing, and evaluating instruction. Planning is one of the most important tasks that teachers undertake. When making planning decisions, you also need to consider who is to do what, when and in what order instructional events will occur, where the events will take place, the amount of instructional time to be used, and resources and materials to be used. Planning decisions also deal with issues such as content to be covered, instructional strategies, lesson delivery behaviors, instructional media, classroom management, classroom climate, and student evaluation.

 Perencanaan pembelajaran mengacu pada keputusan yang dibuat tentang pengorganisasian, pelaksanaan, dan mengevaluasi pembelajaran. Perencanaan merupakan salah satu tugas guru yang penting dan harus dilakukan. Ketika membuat perencanaan, guru harus mempertimbangakan tentang pembagian tugas didalam pembelajaran nantinya siapa yang melakukan apa, kapan dan dalam rangka apa peristiwa pembelajaran terjadi, dimana pembelajaran akan dilaksanakan, berapa waktu yang diperlukan,  serta sumber daya dan bahan yang akan digunakan. Keputusan perencanaan juga membahas tentang isi yang akan diajarkan, strategi pembelajaran, perilaku guru, media pembelajaran, manajemen kelas, iklim kelas dan evaluasi peserta didik.
 Tahapan dalam proses perencanaan meliputi beberapa tahapan. Burden (1999: 20) menyatakan:
 There are four phases in the planning process:
1.  Preplanning is a time when a mental plan is made before instruction actually begins. This is a time when you mightgather information about the student’s needs and interest, review and gather content, and consider the condition in which instruction is to take place.
2.  Active planning is a time when decisions are made about instruction and commitment to a specific plan is made. This occur before instruction and is the time when writen plans are prepared. During active planning, you will make final decisions and preparation before  instruction concerning issues such as the content, teaching strategies, instructional actives, instructional materials, motivational strategies, instructional media, and evaluation procedure.
3.  Ongoing planning, Occurs during instruction itself and involves fine-tuning the plan based on events that take place during instruction.
4.  Postplanning, occurs after instruction takes place and involves evaluation of the instruction that just took place. This is useful information in planning future lessons concerning that subject matter.

  Empat tahapan dalam proses perencanaan, pertama preplanning adalah perencanaan mental sebelum kegiatan pembelajaran sebenarnya dilaksanakan. Ini adalah saat ketika guru mengumpulkan informasi tentang kebutuhan peserta didik serta isi materi pelajaran, meninjau dan mengumpulkan serta mempertimbangkan kondisi tempat pelaksanaan pembelajaran. Kedua active planning, adalah ketika keputusan tentang pembelajaran, komitmen dan rencana spesifik dibuat. Ini dilaksanakan sebelum pembelajaran yaitu saat menulis rencana pembelajaran. Selama perencanaa aktif, guru akan membuat keputusan akhir dan persiapan sebelum pembelajaran berkaitan dengan isi, strategi pembelajaran, pembelajaran aktif, bahan pengajaran, strategi dalam memotivasi, penggunaan media pembelajaran, dan prosedur evaluasi. Ketiga ongoing planning, terjadi saat pembelajaran berlangsung dan melibatkan rencana yang diselaraskan dengan baik berdasarkan peristiwa yang terjadi selama pembelajaran. Keempat postplanning, terjadi setelah pembelajaran berlangsung yang melibatkan evaluasi setelah pembelajaran berlangsung. Ini merupakan informasi yang sangat berguna untuk pembelajaran yang akan datang.
 Sehubungan dengan rencana pembelajaran, ada tiga bagian utama dalam penyusunannya, yaitu bagian awal, utama dan akhir. Lebih jelas, Davis (1981: 81 – 82) menyatakan:
 The essential steps in lesson or module planning are:
1.  Preliminary steps
a.  Choose the topic of the lesson
b.  Take steps to gather material and examples
c.   Decide on the aim and the objectives of the lesson
d.  Identify what the student know and believe
e.   Select the material to be included in the lesson
2.  Main steps
a.  Identify an appropriate instructional method
b.  Arrange the material into a logical sequence
c.   Choose appropriate learning activities and experiences
d.  Decide how learning is to be assessed.
3.  Final steps
a.  Write the final version of the lesson plan
b.  Prepare class handouts, audiovisual aids, etc
c.   Refer to the lesson plan and refresh your memory
d.  Prepare the room or other instructional setting
 Langkah penting dalam perencanaan pembelajaran meliputi tiga langkah, pertama langkah awal, mencakup memilih topik yang akan diajarkan, melakukan langkah-langkah dalam mengumpulkan materi dan contoh, menentukan tujuan pembelajaran, menggali pengetahuan awal peserta didik tentang materi yang akan diajarkan, memilih bahan yang akan dimasukkan dalam pembelajaran. Kedua langkah utama, mencakup mengidentifikasi metode pembelajaran yang tepat, mengatur materi menjadi urutan yang logis, memilih kegiatan dan pengalaman pembelajaran  yang tepat, dan memutuskan bagaimana cara penilaian terhadap peserta didik. Ketiga langkah terakhir, meliputi mencantumkan bagian penutup dari rencana pembelajaran, menyiapkan handout untuk peserta didik, alat bantu audiovisual, dll, mengacu pada rencana pembelajaran dan menyegarkan memori akan apa yang dilaksanakan, dan menyiapkan ruangan ataupun pengaturan pembelajaran lainnya.
 Rumusan tujuan pembelajaran sains sebaiknya mencakup peserta didik, kegiatan yang dilakukan, dan kemampuan minimal yang akan dimiliki peserta didik setelah melaksanakan pembelajaran. Carin (1989: 80) menyatakan:
Each objective must address the following components: Audience is identified and must be your students, Behavior shows a student’s ability to perform in a certain, expected way and must be observable and measurable, Conditions are describes under which the student is expected to perform the task, and Degree or minimal acceptable level of performance is stated.

Masing-masing tujuan pembelajaran harus mencakup komponen-komponen berikut: Pemirsa harus diidentifikasi yaitu peserta didik. Perilaku menunjukkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara tertentu yang diharapkan dan harus diamati dan terukur. Kondisi menggambarkan peserta didik dalam melaksanakan tugas. Gelar atau tingkat kinerja minimal yang dapat diperlihatkan oleh peserta didik.
National Committee on Science Education Standards and Assessment dalam Haury (1993: 1) menyatakan:
School science education must reflect science as it is practiced, and that one goal of science education is to prepare students who understand the modes of reasoning of scientific inquiry and can use them. More specifically, students need to have many and varied opportunities for collecting, sorting and cataloging; observing, note taking and sketching; interviewing, polling, and surveying.

Pendidikan sains di sekolah harus mencerminkan ilmu pengetahuan seperti yang dipraktikkan, dan bahwa salah satu tujuan dari pendidikan sains adalah untuk mempersiapkan siswa yang memahami mode penalaran dalam melakukan penyelidikan ilmiah dan dapat menggunakannya. Lebih khusus, siswa harus memiliki banyak kesempatan dan beragam untuk mengumpulkan, memilah dan katalogisasi, mengamati, mencatat dan membuat sketsa, wawancara, pemungutan suara, dan survei. Sehingga pembelajaran benar-benar menjadi pembelajaran yang berupa observasi dan eksperimen, bukan sekedar membaca teori yang ada di dalam buku pelajaran.
Metode pembelajaran sains sebaiknya menekankan kepada metode pembelajaran yang tidak didominasi oleh guru. Berdasar tingkat dominasi guru dalam pembelajaran terdapat tiga metode pembelajaran sains yaitu exposition, free discovery dan guided discovery. Carin (1989: 91-92) menyatakan:
Exposition, where teacher lectures, gives instruction, demonstrates or leads a field trip. Teacher dominance is high, with students relatively passive. The teacher is the primary focus in expository science teaching you are the “doer”,while  your student (you hope) are participating mentally. There are times when you will find it appropriate to present information to your students directly. Some of the ways to do this are: telling, demonstrating using scientific apparatus, carrying on a discussion, reading to children, showing a film, filmstrip, slides, or TV presentation, having a resource person present something.
Exposition, guru melaksanakan pengajaran, memberikan instruksi, menunjukkan atau memimpin kelas. Dominasi guru tinggi, dengan siswa relatif pasif. Guru adalah fokus utama dalam pengajaran sains ekspositori guru adalah "pelaku", sementara peserta didik  (guru harapkan) berpartisipasi secara mental. Ada kalanya guru akan menemukan saat yang tepat untuk menyajikan informasi kepada peserta didik secara langsung. Beberapa cara untuk melakukan metode ini adalah: menceritakan, mendemonstrasikan menggunakan alat sains, melakukan diskusi, membacakan materi kepada peserta didik, menampilkan film, filmstrip, slide, atau presentasi TV, memiliki narasumber yang dapat dihadirkan.
Metode pembelajaran kedua yang disarankan dalam melaksanakan pembelajaran sains adalah exploration atau  free discovery. Carin (1989: 92) menyatakan:
Exploration or free discovery, when students are most active and the teacher acts as a facilitator (less dominant and in the background) for developing students skills. Exploration or free discovery strategies allow students to develop their abilities to manipulate and process information from a variety of sources-academic, social and experiential. Focuses upon how students process data (processes) rather than what they process (product). In free discovery, students identify problems, generate hypotheses or possible solutions, test these hypotheses in the light of available data, and attempt to apply their conclusions to new data, new problems, or new situations.

              Eksplorasi atau free discovery, ketika peserta didik yang paling aktif dan guru bertindak sebagai fasilitator (kurang dominan dan di balik layar) untuk mengembangkan keterampilan peserta didik. Eksplorasi atau strategi free discovery memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memanipulasi dan memproses informasi dari berbagai sumber antara lain akademik, sosial dan pengalaman. Fokus metode ini adalah bagaimana peserta didik mengolah data (proses) daripada apa yang mereka proses (produk). Dalam free discovery, peserta didik mengidentifikasi masalah, menghasilkan hipotesis atau solusi yang mungkin, menguji hipotesis dari data yang tersedia dengan jelas, dan berusaha untuk menerapkan kesimpulan mereka pada data baru, masalah baru, atau situasi baru.
Metode pembelajaran ketiga yang disarankan dalam melaksanakan pembelajaran sains adalah guided discovery. Carin (1989: 93-94) menyatakan:
Guided discovery, where teacher is active and a facilitator and students are active as well. This is combine of free discovery with exposition teaching methods. Guided discovery helps students acquire knowledge that is uniquely their own because they discovered it themselves. Guided discovery is not restricted to finding something entirely new to the world such as an invention (television) or theory (heliocentric view of the universe). It is a matter of internally rearranging data your students can go beyond the data to form concepts new to them. Guided discovery involves finding the meanings, organization, and structure of ideas.

       Guided discovery, guru aktif sebagai fasilitator dan peserta didik juga aktif. Ini adalah menggabungkan penemuan bebas dengan metode pengajaran eksposisi. Guided discovery membantu siswa memperoleh pengetahuan yang unik mereka sendiri karena mereka menemukan sendiri. Guided discovery ini tidak terbatas pada menemukan sesuatu yang sama sekali baru ke dunia berupa penemuan (televisi) atau teori (pandangan heliosentris alam semesta). Ini adalah masalah internal menata ulang data yang peserta didik dapat melampaui data untuk membentuk konsep-konsep baru bagi mereka. Guided discovery melibatkan menemukan makna, organisasi, dan stuktur dari ide-ide.
           Selain ketiga metode di atas, dalam merencanakan pembelajaran guru sains juga harus memperhatikan karakter belajar peserta didik yaitu auditory, visual dan kinesthetic. Carin (1989: 89) menyatakan: “Listening-speaking: auditory learning, students learn by hearing. Reading-writing: visual learning, students learn by seeing. Watching-doing: kinesthetic learning, students learn by doing”.. Mendengarkan-berbicara: belajar auditori, peserta didik belajar dengan mendengar. Membaca-menulis: belajar visual, peserta didik belajar dengan melihat. Melihat-melakukan: belajar kinestetik, peserta didik belajar dengan melakukan.
Perencanaan pembelajaran tentunya bukan sekedar untuk dibuat tetapi harus dilaksanakan demi pembelajaran yang baik. Burden (1999: 19) menyatakan “Planning show that planning is mainly a mental procees, not entirely committed to paper. Perencanaan menunjukkan proses mental yang penting, tidak hanya berkomitmen untuk kertas. Artinya bahwa perencanaan pembelajaran dibuat bukan hanya untuk memenuhi syarat telah membuat perencanaan pembelajaran, tetapi lebih kepada sikap mental tentang keterlaksanaan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat tersebut.
 Davis (1981: 246) menyatakan Learning refers to a change in behavior that can be observed and measured”. Artinya belajar merujuk pada perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur. Selanjutnya dinyatakan Learning involves the acquisition of knowledge, skills, and attitudes associated with job mastery”. Artinya belajar melibatkan akusisi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terkait dengan pekerjaan. Sedangkan Gerberich (1949: 474) menyatakan Learning is now coming to be identified with increased ability on the part of the learner to deal satisfactorily with the problems that confront him from day to day. Belajar dapat diidentifikasi dengan cara melihat peningkatan kemampuan peserta didik dalam menangani masalah yang didapat dalam kehidupan sehari-hari dengan memuaskan. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses memecahkan masalah yang melibatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dimana perubahanya dari ketiga hal tersebut dapat diobservasi dan diukur.
 Pembelajaran memiliki beberapa fungsi,  Joyce (1980: 458) menyatakan:
The instructor’s (or perhaps  an instructional system) operates through the following insructional function:
1.  Informing  the learner of the objectives
2.  Presenting stimuli
3.  Increasing learner’s attention
4.  Helping the learner recall what he or she has previously learned
5.  Providing condition that will evoke performance
6.  Determining sequences of learning
7.  Prompting and guiding the learning.
 Instruktur (atau mungkin sistem pembelajaran) bekerja dengan mengacu pada fungsi pembelajaran antara lain menginformasikian tujuan pembelajaran yaitu saat pembelajaran akan dilaksanakan guru menyampaikan apa yang akan dipelajari sehingga peserta didik memahami kebermaknaan dari yang akan mereka pelajari. Menyajikan rangsangan yaitu memberikan motivasi kepada peserta didik bahwa pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar akan bermanfaat bagi peserta didik. Membantu peserta didik mengingat apa yang telah dipelajari sebelumnya yaitu dengan menghubungan materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah dipelajari maupun mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan yang dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan kondisi yang akan membangkitkan kinerja yaitu dengan menyediakan fasilitas penunjang seperti alat-alat percobaan maupun alat peraga. Menentukan urutan pembelajaran yaitu pembelajaran yang dilaksanakan terjadi secara sistematis dan terarah dimulai dari materi termudah ke materi yang kompleks. Terakhir, setiap guru harus  mendorong peserta didiknya agar selalu belajar dan membimbing dalam proses belajar tersebut.
 Belajar akan membuat peserta didik terbiasa melakukan kinerja dengan baik. Gagne dalam Joyce (1980: 455 – 456) menyatakan:
 Six varieties of performance that can be the result of learning:
1.  Spesific responding (making a specific response to a particular stimulus)
2.  Chaining (making a series of responses that are linked together)
3.  Multiple descrimination (involved in learning a variety of specific responses and chains and how to sort them out appropriately)
4.  Classifying (assigning object to classes denoting like function)
5.  Rule using (the ability to act on a concept that implies action)
6.  Problem solving (the application of several rules to a problem not encountered before by the learner. Involves selecting the correct rules and applying them in combination)
 Enam jenis kinerja yang ditunjukkan sebagai akibat dari belajar yaitu tanggapan spesifik bahwa dengan belajar akan membuat peserta didik memiliki kemampuan menanggapi keadaan yang terjadi di lingkungannya dikaitkan dengan teori yang dipelajari. Merangkai, belajar akan mampu membuat peserta didik mengaitkan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain berdasarkan fakta yang dipelajari. Membedakan, dapat membedakan antara materi yang dapat dikaitkan dengan yang tidak dapat dikaitkan. Klasifikasi, mampu mengkatagorikan objek yang ada di kelas misalnya diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Menggunakan aturan, memiliki kemampuan bertindak berdasarkan  fakta dan konsep yang dipelajari. Terakhir kinerja pemecahan masalah, menerapkan beberapa aturan yang dipelajari peserta didik untuk memecahkan masalah dimana hal tersebut belum pernah dilakukan oleh peserta didik sebelumnya, melibatkan cara memilih aturan yang benar dan mengkombinasikan aturan tersebut untuk menyelesaikan masalah.
 Pembelajaran yang baik tentu memerlukan usaha dan waktu yang lebih banyak. Davis (1981: 4) menyatakan Good instruction requires much time and effort. Sometimes involves more time and effort than does learning. A great deal of thought and hard work goes into creating a succesfull learning experience, although it is often overlooked. Pembelajaran yang baik membutuhkan banyak usaha dan waktu. Kadang-kadang melibatkan lebih banyak usaha dan waktu dari pada belajar. Tidak diragukan bahwa melalui kerja keras akan tercipta pengalaman belajar yang sukses, meskipun itu sering diabaikan.
 Pembelajaran sains berkaitan dengan aktivitas mengajar dan belajar yang tidak sederhana. Davis (1981: 5) menyatakan:
The science side of instruction is concerned with the great riddle of teaching and learning. It involves sifting the important from the unimportant. It involves making difficult things easy and complex things understandable. There is a plan to both instruction learning, but sometimes it is not readily apparent
Dibalik pembelajaran sains terdapat teka-teki yang berkaitan dengan mengajar dan belajar. Ini melibatkan pengayakan yang penting dari yang tidak penting. Ini membuat hal-hal yang sulit menjadi mudah dan hal-hal yang kompleks dapat dipahami. Ada rencana dalam melaksanakan mengajar dan belajar, tetapi kadang tidak mudah terlihat. Penjelasan di atas menyiratkan bahwa dalam pembelajaran sains yang berkaitan dengan mengajar dan belajar ada tugas besar bagi seorang guru yaitu membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan yang kompleks bisa dipahami. Untuk melakukan hal tersebut tentu diperlukan rencana pembelajaran yang baik.
Pembelajaran sains juga harus memperhatikan tipe pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Piaget dalam Carin (1989: 38) menganjurkan tiga tipe pengetahuan yang sebaiknya diajarkan kepada peserta didik, pertama physical knowledge. Dia mengatakan “physical knowledge develops through the child’s observation and interaction with objects”. Pengetahuan fisik berkembang melalui pengamatan anak dan interaksi dengan objek. Kedua, logical-mathematical knowledge. Piaget mengatakan “logical-mathematical knowledge evolves out of physical experience. It occurs when children reflect on their actions and relate and organize reality in some way in their minds”. Pengetahuan logis-matematis berkembang dari pengalaman fisik. Hal ini terjadi ketika anak-anak merefleksikan tindakan mereka dan berhubungan serta mengatur realitas dalam beberapa cara dalam pikiran mereka. Ketiga, social knowledge. Piaget menyatakan “social knowledge differs from physical knowledge and logical knowledge in that it evolves from the interaction of individuals with each other”. Pengetahuan sosial berbeda dari pengetahuan fisik dan pengetahuan logis, pengetahuan ini berkembang dari interaksi individu dengan yang lain

Muhammad Syamsuri, M.Pd
Guru SMPN 4 Kintap

Tidak ada komentar: