Tidak disangsikan bahwa saat ini profesi guru merupakan salah satu profesi yang sangat didambakan oleh banyak orang, terlihat dari tahun ke tahun begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk menduduki profesi ini. Hal ini tidak terlepas dari semakin baiknya penghargaan terhadap profesi guru yang terwujud dalam bentuk peningkatan gaji. Apalagi dengan adanya sertifikasi, maka profesi guru semakin menjadi barang incaran yang menjadi rebutan banyak orang. Tetapi sangat disayangkan bahwa penghargaan yang tinggi ini belum diikuti dengan peningkatan kualitas guru. Masih sedikit perbedaan antara guru yang bersertifikasi dengan guru yang belum bersertifikasi, Padahal yang paling diharapkan dengan sertifikasi ini adalah guru yang mampu merencanakan, mengajar dan membelajarkan siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Terkait atau tidak terkait dengan semakin baiknya penghargaan terhadap profesi guru, sudah seharusnya kita selaku guru selalu meningkatkan kualitas diri sehingga benar – benar mampu menjadi guru yang baik, yang tidak hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa, tetapi mampu menjadi inspirasi bagi siswa dan bagi guru yang lain. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat seseorang menjadi guru yang baik? Apakah guru yang mampu menciptakan kehangatan, lelucon atau kemampuan memperhatikan siswa? Ataukah guru yang mempunyai perencanaan, kerja keras, disiplin diri, antusiasme dan kemampuan mengajar? Tentunya kita sepakat bahwa semua hal inilah yang menjadikan guru layak disebut sebagai guru yang baik.
Menurut Slavin (2008) ada 3 kriteria menjadi guru yang baik, pertama mengetahui pokok permasalahan (termasuk keterampilan pengajaran). Hal pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah pengetahuan atau keterampilan yang tidak dimiliki siswa, guru harus benar – benar tahu mengenai pokok permasalahan yang akan diajarkan kepada siswa. Pengetahuan tentang bagaimana memindahkan informasi dan keterampilan setidaknya sama pentingnya dengan pengetahuan dan informasi itu sendiri. Kita memiliki banyak guru yang cerdas dan terampil dalam bidangnya, tetapi kurang mampu dalam mentransfer ilmunya tersebut kepada siswa. Untuk menjadi guru yang efektif tidak cukup hanya mengetahui pokok permasalahan yang dihadapi, tetapi juga harus mampu dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang mereka miliki kepada siswa.
Kedua menguasai keterampilan mengajar. Pengajaran (instruction) merupakan hubungan antara apa yang diinginkan guru untuk dipelajari siswa dengan pembelajaran yang sesungguhnya. Beberapa ciri yang menunjukkan bahwa guru memiliki keterampilan mengajar adalah: 1) memastikan bahwa kelas sudah tertib dan siswa mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, 2) mencari tahu apakah siswa sudah memiliki keterampilan prasyaratnya, misal: untuk mengajarkan konsep ekosistem maka guru harus mencari tahu apakah siswa sudah paham dengan konsep individu, populasi dan komunitas. 3) memastikan bahwa siswa tertarik dengan pelajaran tersebut dan termotivasi untuk mempelajarinya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan, atau memberikan tes awal (pre test) kepada siswa. 4) mengulangi topik yang sudah diajarkan tersebut dilain waktu, maksudnya guru harus mampu mengaitkan materi yang sudah diajarkan dengan materi yang sedang diajarkan.
Ada anggapan bahwa guru yang baik memang terlahir dengan bakat seperti itu. Guru yang istimewa memang nampak memiliki keajaiban dan kharisma yang seolah – olah guru lain tidak mampu memilikinya. Akan tetapi riset mulai mengidentifikasi perilaku dan keterampilan tertentu yang dapat menghasilkan guru yang “ajaib” tersebut (Mayer, 1992). Sebenarnya seorang guru yang istimewa tidak dapat melakukan apapun yang tidak dapat dilakukan oleh guru yang lain, hanya saja dia mengetahui prinsip – prinsip pengajaran yang efektif dan mampu menerapkannya.
Misalnya, ada dua siswa yang berbisik – bisik dibelakang pada saat kita sedang menjelaskan materi, guru yang baik cukup berjalan kebelakang kearah mereka berdua tanpa melihat keduanya sambil terus melanjutkan penjelasannya. Maka siswa tadi secara otomatis akan menghentikan bisikannya dan kembali memperhatikan penjelasan guru. Apa yang dilakukan guru tadi sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa, mampu membuat siswa diam dan kembali memperhatikan pelajaran tanpa menyuruh mereka untuk menghentikan aktivitasnya. Yang terjadi adalah guru tadi menerapkan prinsip manajemen ruang kelas, dan hal ini dapat dipelajari oleh semua guru. Yang sangat perlu diperhatikan adalah pelihara semangat dalam pembelajaran, menghadapi masalah tingkah laku dengan intervensi yang paling halus dan menyelesaikan masalah – masalah kecil sebelum menjadi masalah yang besar.
Kriteria ketiga adalah guru yang intensional (guru yang bertujuan). Guru yang intensional adalah guru yang terus menerus memikirkan hasil yang mereka inginkan bagi siswa mereka dan bagaimana masing – masing keputusan yang mereka ambil dapat membawa anak – anak menuju hasil yang diinginkan tersebut. Guru yang intensional tahu bahwa pembelajaran yang maksimal terjadi tidak secara kebetulan tetapi dengan terencana. Untuk benar – benar menantang siswa dalam memperoleh upaya terbaik dengan membantu mereka melakukan lompatan – lompatan konseptual dan mengorganisasikan serta mengingat pengetahuan baru, maka guru perlu memiliki maksud, memikirkan secara mendalam dan fleksibel tanpa melupakan tujuan mereka terhadap siswa. Dengan kata lain guru harus memiliki tujuan.
Gagasan bahwa guru harus selalu melakukan sesuatu berdasarkan tujuan sudah jelas, namun dalam praktiknya sulit memastikan bahwa setiap siswa dilibatkan dalam pembelajaran. Guru lebih sering terjebak dengan strategi yang dia buat sendiri, tanpa merefleksi terhadap strategi yang telah dia lakukan tersebut. Bahkan sering terjadi guru tidak memikirkan lagi pembelajaran yang telah dilaksanakannya, sehingga pembelajaran yang telah dilaksanakan tersebut dianggap sebagai angin lalu tanpa harus ditindaklanjuti. Guru yang intensional tidaklah demikian, dia akan selalu berorientasi pada pembelajaran yang sudah dilaksanakan sudah sesuai dengan tujuan atau belum, sehingga akan selalu merefleksi kegiatan yang telah dilaksanakannya sampai tujuannya tercapai. Menurut Slavin (2008) tidak sedikit guru pada sekolah lanjutan tingkat pertama menghabiskan kebanyakan waktu pelajaran hanya membahas pekerjaan rumah dan tugas kelas yang akhirnya memberikan sangat sedikit pelajaran yang baru. Perlu digaris bawahi, mungkin guru seperti ini sangat baik dalam hal lain, tetapi kadang mereka melupakan apa yang mereka coba capai dan bagaimana cara mereka mencapainya.
Guru yang intensional menggunakan berbagai metode pengajaran, pengalaman, penugasan, dan bahan untuk memastikan bahwa anak mencapai semua jenis sasaran kognitif, mulai dari pengetahuan, penerapan hingga kreativitas dan bahwa pada saat yang sama anak mempelajari sasaran – sasaran afektif yang penting, seperti kecintaan belajar, rasa hormat kepada orang lain, dan tanggung jawab pribadi. Guru yang intensional akan terus menerus merenungkan antara praktik dan hasilnya, bukan membiarkannya berlalu begitu saja.
Riset menemukan bahwa salah satu alat prediksi yang ampuh tentang dampak guru terhadap siswa adalah keyakinan bahwa apa yang dia kerjakan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Keyakinan ini yang disebut sebagai daya hasil guru (Henson, 2002). Daya hasil inilah inti dari guru yang intensional. Guru yang yakin bahwa keberhasilan di sekolah hampir seluruhnya terjadi akibat kecerdasan bawaan siswa, faktor lingkungan, atau faktor lain yang tidak dapat dipengaruhi oleh guru akan jelas berbeda dengan cara mengajar guru yang yakin bahwa upaya mereka sendirilah yang menjadi kunci pembelajaran siswa. Artinya guru yang intensional adalah guru yang tidak menyerah dengan keadaan yang ada, tetapi selalu berusaha dan yakin bahwa mereka sanggup dan mampu memberikan perubahan terhadap paradigma pembelajaran yang ada.
Menurut Bandura (1997) guru yang intensional adalah guru yang mempunyai keyakinan kuat terhadap daya hasilnya, mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengerahkan upaya yang konsisten, untuk bertahan terhadap rintangan, dan terus mencoba tanpa lelah hingga setiap siswa berhasil. Guru yang intensional mencapai rasa daya hasil dengan terus menerus menilai hasil pengajaran mereka, terus menerus mencoba strategi baru apabila pengajaran pertama mereka belum berhasil, dan terus menerus mencari gagasan baru dari rekan kerja, buku, majalah, lokakarya dan sumber – sumber lain untuk memperkaya dan memperkokoh keterampilan mengajar mereka. Intinya, sebagai guru kita harus mampu memberikan perubahan pada diri pribadi, sekolah, dan masyarakat, jangan sampai kita menyerah dan pasrah terhadap keadaan yang ada, yakinlah bahwa apabila yang terbaik yang kita berikan maka yang terbaik pula yang akan kita dapatkan.
Semoga kita sebagai guru mampu menjadi guru yang baik, mampu mengetahui pokok permasalahan, menguasai keterampilan mengajar dan menjadi guru yang intensional sehingga dapat memberikan yang terbaik demi anak didik yang terbaik. Amien.
Muhammad Syamsuri, S.Pd
Guru SMPN 4 Kintap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar