Sabtu, 04 Februari 2012

Menggugat “Keistimewaan” Jabatan Kepala Sekolah


Negara kita merupakan negara demokrasi yang memiliki aturan bahwa setiap pemimpin hanya boleh menjabat sebanyak dua periode (masa tugas) berturut-turut. Yogyakarta yang notabenenya merupakan daerah istimewapun tidak luput dari penerapannya. Tetapi ada satu jabatan yang belum tersentuh aturan ini, kepala sekolah.

Aneh tapi nyata, jabatan yang satu ini seakan kebal terhadap aturan tersebut bahkan terkesan menjadi jabatan abadi, dijumpai hampir semua kepala sekolah tidak melepas jabatannya walaupun sudah lebih dari dua periode sebelum dia menginginkan melepaskannya sendiri atau dilepaskan secara paksa (pensiun atau dipecat).

Menurut Permendiknas No 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah disebutkan bahwa kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah untuk memimpin dan mengelola sekolah/madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dari hal tersebut terlihat bahwa tugas kepala sekolah memang lebih berat dibanding tugas guru (tanpa bermaksud mengecilkan arti dan fungsi guru). Oleh karena itu untuk  menjabat sebagai kepala sekolah diperlukan sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kredibilitas yang tinggi dan untuk menentukan siapa yang layak menduduki jabatan ini sudah seharusnya dilakukan melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang ketat. Dengan demikian diharapkan kepala sekolah terpilih mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Akan tetapi pada kenyataannya tidak jarang ditemui jabatan ini dipegang oleh orang yang sangat tidak layak menjabatnya, misal sudah terlalu tua maupun kualifikasi pendidikan yang tidak mencukupi. Guru senior memang layak untuk dijadikan pemimpin, tetapi kalau sudah terlalu tua apakah masih layak menjadi pemimpin? Bukan bermaksud merendahkan tetapi usia yang lanjut tentunya akan berdampak terhadap mobilitas maupun kredibilitas yang sangat diperlukan sebagai seorang pemimpin. Bagaimana sekolah bisa maju jika dipimpin oleh orang yang tidak memiliki kecakapan sebagai pemimpin? Dilain pihak kaum produktif yang memiliki integritas dan kredibilitas dalam menjabat jabatan ini hanya bisa menunggu sampai ada jabatan kepala sekolah yang lowong atau dengan kata lain menunggu ada kepala sekolah yang pensiun, celakannya lagi biasanya apabila mendekati masa pensiun kepala sekolah minta tambahan waktu untuk tetap menjabat, mau jadi apa sekolah yang dipimpinnya?

Belum lagi masalah kualifikasi pendidikan yang tidak memadai, menurut Permendiknas No 28 Tahun 2010   Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa salah satu syarat untuk menjadi kepala sekolah adalah memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi. Tetapi pada kenyataannya banyak ditemui kepala sekolah yang belum berstrata satu (terutama kepala sekolah dasar) bahkan masih ada yang menjabat jabatan ini hanya dengan kualifikasi pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SPG). Apa kata dunia jika pemimpin memiliki ijazah yang lebih rendah dari ijazah anak buahnya, jika ijazah yang dimiliki itu merupakan ijazah minimal (S1) masih tidak masalah tetapi jika ijazah itu  dibawah S1 sebaiknya segera bertanya dalam diri sendiri masih pantaskah untuk menduduki jabatan sebagai kepala sekolah?. Guru senior memang harus dan wajib dihormati, tetapi tidak harus menjadikannya sebagai kepala sekolah jika tidak memenuhi kualifikasi.

Peraturan terbaru yang tertuang dalam Permendiknas No 28 Tahun 2010 Bab V tentang Masa Tugas kepala sekolah menimbulkan harapan tinggi akan teratasinya masalah “keistimewaan” jabatan kepala sekolah ini. Tiga poin utama dalam Permendiknas tersebut yaitu pertama, Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun, kedua masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja. ketiga Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila: telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas atau memiliki prestasi yang istimewa.  Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional.

Permendiknas diatas jelas menyebutkan bahwa kepala sekolah yang bisa menjabat lebih dari dua periode haruslah orang yang memiliki prestasi istimewa. Pertanyaannya, berapa banyak kepala sekolah yang memiliki prestasi istimewa? Menjabat sekian puluh tahun tanpa ada prestasi yang ditunjukkan oleh sekolah yang dipimpin bukankah sudah menjadi indikator ketidakberhasilan? Banyak hal positif yang akan diperoleh jika kepala sekolah hanya menjabat sebanyak dua periode, Pertama kepala sekolah tidak akan berlaku sewenang - wenang saat menjabat karena dia merasa bahwa cepat atau lambat akan kembali menjadi guru biasa. Kedua, memotivasi kepala sekolah yang sedang menjabat untuk melakukan yang terbaik selama menjabat karena dia merasa bahwa jabatannya terbatas sehingga harus memberikan yang terbaik bagi sekolah. Ketiga, memberikan kesempatan pada orang lain yang memang memiliki kualifikasi untuk menunjukkan kemampuannya sebagai kepala sekolah. Keempat, guru akan lebih menghormati kepala sekolah karena merasa bahwa suatu saat dia juga akan menjadi kepala sekolah.
Tetapi sayang, Permendiknas yang tadinya sudah meniupkan angin surga dan menimbulkan optimisme bahwa regenerasi kepala sekolah dapat cepat dilaksanakan sampai saat ini belum ditindaklanjuti oleh seluruh daerah, hanya beberapa daerah tertentu saja yang sudah melaksanakannya. Sekolah yang dipimpin oleh orang yang hanya mengandalkan kesenioran jelas tidak akan membawa perubahan yang berarti bagi sekolah, hapus pandangan bahwa seorang pemimpin haruslah senior tanpa mengacuhkan kompetensi yang dimiliki. Sudah saatnya sekolah dipimpin oleh orang yang memang memiliki kualifikasi, kapan lagi?.

Muhammad Syamsuri, S.Pd
Guru SMPN 4 Kintap

Tidak ada komentar: