Sabtu, 04 Februari 2012

Sertifikasi Penghargaan Bukan Santunan


Tidak diragukan bahwa sertifikasi merupakan salah satu daya tarik yang luar biasa terhadap profesi guru. Terbukti profesi guru yang dulunya dianggap “sebelah mata” berubah menjadi profesi yang diperebutkan oleh banyak orang. Namun apakah benar bahwa sertifikasi guru yang dilakukan selama ini sebagai upaya peningkatan mutu guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan sudah terlaksana seperti yang diharapkan?
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya disebutkan bahwa guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Artinya bahwa sertifikasi guru memang diperuntukkan bagi guru, guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekola, guru dengan tugas tambahan sebagai pengawas dan terpenting adalah sertifikasi guru ini diperuntukkan bagi guru yang memiliki kompetensi dalam bidang keguruan.
Berbicara mengenai kompetensi guru, menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai Standar Kompetensi Guru (2003: 87), “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kompetensi akan terwujud dalam bentuk penguasaan  pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Selanjutnya dinyatakan bahwa kompetensi seseorang dapat diukur berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai Standar Kompetensi Guru (2003: 87) disebutkan bahwa standar kompetensi guru merupakan “...suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan”. Artinya seorang guru dikatakan profesional dalam melaksanakan tugas jika telah melaksanakan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan, dimana standar kompetensi tersebut merupakan standar minimal yang harus dapat diterapkan oleh seorang guru.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai Standar Kompetensi Guru (2003: 88-89) disebutkan bahwa standar kompetensi guru meliputi tiga komponen, pertama komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yang mencakup empat kemampuan yaitu penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi belajar siswa, dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar siswa. Kedua komponen kompetensi pengembangan profesi yang memiliki satu kemampuan yaitu pengembangan profesi. Ketiga komponen kompetensi penguasaan akademik, terdiri dari dua kemampuan yaitu pemahaman wawasan pendidikan dan penguasaan bahan kajian akademik.
Sedangkan menurut Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 10 disebutkan bahwa guru sebagai pendidik harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa dan masyarakat sekitar.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai Standar Kompetensi Guru (2003: 87) “Adanya standar kompetensi guru bertujuan untuk memperoleh acuan baku dalam pengukuran kinerja untuk mendapatkan jaminan kualitas guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran”. Dengan melihat komponen yang ada dalam standar kompetensi guru maka kita dapat mengetahui bagaimana kinerja seorang guru. Jika guru telah melaksanakan semua komponen dalam standar kompetensi guru maka guru layak dikatakan sebagai guru berkinerja baik. Dengan adanya standar kompetensi guru diharapkan berpengaruh terhadap kinerja guru sehingga profesionalisme guru dapat terwujud. Secara umum kinerja yang ditunjukkan seseorang merupakan implementasi dari kemampuan/kompetensi yang dimiliki. Ada yang benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan konsisten karena memiliki kompetensi, tetapi ada juga yang secara kebetulan mampu melakukan suatu tugas yang diberikan kepadanya tetapi tidak secara berkelanjutan mampu dilaksanakan dengan baik.
Pada dasarnya sertifikasi bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Selanjutnya, keempat tujuan tersebut diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru yang berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang terjadi saat ini justru faktor pengikut ini yang seakan menjadi faktor utama. Bahkan tidak jarang guru yang tidak berkompeten, tidak berkinerja baik tetapi mendapatkan sertifikasi, ada apa ini? Sebagai guru, untuk mendapatkan sertifikasi maka harus bertanggung jawab penuh terhadap kompetensi guru, standar kompetensi guru, dan kinerja guru. Jika seorang guru telah memiliki ketiga hal tersebut maka sertifikasi merupakan hak mutlak baginya. 

Dalam buku Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2011 disebutkan bahwa urutan prioritas penetapan peserta sertifikasi guru yang dapat langsung masuk mengisi kuota sertifikasi guru yaitu pertama semua guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang memenuhi persyaratan dan belum memiliki sertifikat pendidik. Kedua semua guru yang mengajar di daerah perbatasan, terdepan, terluar yang memenuhi persyaratan. Ketiga guru dan kepala sekolah berprestasi peringkat 1 tingkat provinsi atau peringkat 1, 2, dan 3 tingkat nasional, atau guru yang mendapat penghargaan internasional yang belum mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan pada tahun 2007 s.d 2010. Keempat guru yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikat secara langsung yaitu guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b. Atau guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c. Kelima guru SD dan SMP yang telah terdaftar dan mengajar pada sekolah yang menjadi target studi sertifikasi guru.
Sedangkan bagi guru lainnya yang tidak masuk ketentuan diatas ditetapkan sebagai peserta sertifikasi guru berdasarkan kriteria urutan prioritas sebagai berikut: (1) masa kerja sebagai guru, (2) usia, (3) pangkat dan golongan, (4) beban kerja, (5) tugas tambahan, (6) prestasi kerja. Yang menjadi masalah adalah ketika yang menjadi urutan prioritas penetapan peserta sertifikasi guru adalah keenam kriteria urutan prioritas  yang terakhir, padahal jelas disebutkan bahwa apabila kelima kriteria urutan prioritas guru diatas sudah terpenuhi barulah memakai keenam kriteria yang terakhir. Tetapi sebagai bangsa yang memiliki “attitude” tinggi wajar bila yang lebih tua harus didahulukan daripada yang muda walau mungkin yang muda lebih memiliki kompetensi. Tetapi harus diingat bahwa sertifikasi adalah penghargaan bukan santunan. Menteri pendidikan beberapa waktu yang lalu pernah menyatakan yang intinya “apakah rela jika sertifikasi diberikan kepada orang-orang yang tidak berkompeten?”. Pernyataan tersebut jelas menyiratkan bahwa fenomena sertifikasi yang terjadi dilapangan tidak berjalan seperti yang diharapkan yaitu untuk kemajuan dunia pendidikan, tetapi benar bahwa sertifikasi telah mampu meningkatkan kesejahteraan guru. Paling tidak!

Muhammad Syamsuri, S.Pd
Guru SMPN 4 Kintap



Tidak ada komentar: